Ketika masalah melanda
hidup ini,
Ketika akal tak dapat lagi
membedakan al haq dan batil,
Ketika perasaan telah
menguasai diri,
Ketika Langkah ini telah
letih,
Ketika gundah membayangi
diri,
Tiada kata yang lebih
pantas kita ucapkan melainkan dzikir
,
لَاْ حَوْلَ وَلَاْ قُوََّةَ إِلَّاْ بِاْلله
Tidak ada daya untuk menghindari kemaksiatan dan upaya untuk melakukan
ketaatan kecuali kekuatan dari Allah.
Lihatlah Nabi Ya’qub
‘alaihissalam ketika menghadapi
kesedihan berupa kehilangan putranya, Yusuf, sehingga anak-anaknya yang lain
mengiranya akan bertambah sakit dan sedih. Maka dengarlah jawaban Nabi Ya’qub
yang perlu diteladani setiap muslim,
قَالَ
إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ
“
Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku
mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” (QS Yusuf: 86)
Benar saja. Jika seseorang menampakkan dan mengadukan kesedihan serta
kesulitan kepada manusia, maka hal itu tidak meringankan kesedihan terdebut.
Namun apabila seseorang mengadukan kesedihan itu kepada Allah, itu lah yang
akan bermanfaat baginya. Bagaimana tidak? Sedangkan Allah
Ta’ala telah
menjanjikan hal itu dalam sejumlah firman-Nya. Jika Anda berkehendak, bacalah
dan renungkanlah beberapa firman Allah ini,
وَ إِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا
دَعَانِ
“
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka
(jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang
berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” [QS Al Baqarah: 186]
Perhatikanlah ayat ini. Di dalam Al Quran yang biasa memakai
uslub
soal-jawab, biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan kata-kata قُلْ (katakanlah),
seperti dalam Al Baqarah: 189, 215, 217, dan banyak lagi. Namun dalam ayat ini,
Allah tidak menggunakan kata-kata قُل (katakanlah), namun langusung
menjawabnya, “فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ …إلخ.” Ini menunjukkan bahwa kedekatan
dan janji Allah itu benar-benar haq. Allah berfirman :
وَنَحْنُ
أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ
“
Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf:
16]
Tentu saja kedekatan di sini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah.
Sebagaimana kesepakan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu
ada dua, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang
beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik
(lihat
Taisirul Karimir Rahman). Maka, sesungguhnya ilmu
Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar baginya.
Jika Allah saja dekatnya sedemikian, Maka mengapa kita
tidak mengeluhkan problem kepada -Nya, “
Bukankah
Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]
Diriwayatkan bahwa dahulu di zaman salaf, segala perkara yang mereka hadapi,
kecil atau besar, selalu diadukan kepada Allah. Sampai garam dapur pun, mereka
meminta kepada Allah. Atau sebagian riwayat, sampai tali sandal yang terpuus
pun, diadukan kepada Allah.
Rasulullah sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar
hanya meminta dan memohon kepada Allah, “
Jika kamu meminta, mintalah kepada
Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah”
[Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “(Hadits ini) hasan shahih.”] Jika
anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya? Tentu lebih
lagi.
Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan, jika
ia harus memilih.Seluruh ajaran Islam adalah penyeraad diri kepada Allah.
Segala masalah harus diserahkan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
Ketika Anda tertimpa sakit, hendaknya yang pertama kali terbetik dalam hati
Anda adalah segera kembali kepada Allah
‘Azza wa Jall.
أَمِنْ
يُجِيْبُ المُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوْءَ
“
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” [QS. An
Naml: 62]
Ini semua bukan berarti tidak boleh sama sekali meminta pendapat kepada
orang lain. Karena Allah sendiri juga berfirman yang artinya, “
Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam perkara itu.” [QS Ali ‘Imran: 159]
Akan tetapi, mana yang ia dahulukan. Datang mengadu kepada Allah dahulu, atau
mendatangi manusia untuk berkeluh kesah.
Berikut saya kutipkan beberapa hadits beserta sedikit penjelasannya yang
berkaitan dengan doa, agar Anda menjadi semakin yakin bahwa kekuatan itu ada
pada doa. Dan sesungguhnya seluruh makhluk itu lemah, kecuali orang yang mau
berdoa. Bahkan benda-benda mati pun berdoa dan berdzikir, sebagaiman pernyataan
Allah dalam surat Al Isra’ ayat 44. Maka jika benda yang tidak berakal saja
terus bertasbih dan mengingat-Nya, bagaimana pula dengan manusia yang berakal?!
لا
يَرُدُّ القَضَاء إلا الدُّعَاء
“
Tidak ada yang dapat menolak qadha’ kecuali doa.” [Riwayat At
Tirmidzi, Ibnu Hibban, dari hadits Salman Al Farisi. Dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban. Dikeluarkan juga Al Hakim, dinilainya shahih. At Tirmidzi mengatakan,
“Hasan gharib.” Dan tidak menilanya shahih, karena dalam sanadnya terdapat Abu
Maudud Al Bashri yang namany adalah Fidhdhah. Abu Hatim berkata,”
Dha’if.”
Juga ditakhrij oleh Ath Thabrani dalam
Al Mu’jam Al Kubra dan
Adh Dhiya’ dalam
Al Mukhtarah. Lihat
Tuhfatudz
Dzakirin hal. 29]
Al Qadhi Asy Syaukani
rahimahullah berkata, “Di dalamnya
terdapat dalil bahwa Allah
Subahanahu wa Ta’ala menolak dengan doa
sesuatu yang telah Dia tetapkan atas seorang hamba. Dalam mas-alah ini telah
diriwayatkan banyak hadits. Dan yang menguatkan adalah firman Allah yang artinya,
‘
Allah menghapus apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan (apa yang
dikehendaki-Nya). Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab.”
لَيْسَ
شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللهِ مِنَ الدُّعَاءِ
“
Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di sisi Allah dari doa”
[Direkam oleh Imam Ahmad dalam
Musnad-nya, Al Bukhari
dalam
Tarikh-nya, At Tirmidzi dalam
Jami’-nya, dan
Ibnu Majah, Al Hakim dalam
Mustadrak-nya, dari hadits
Ibunda ‘Aisyah. Al Hakim menilainya shahih, dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
Al ‘Allamah Abul ‘Ula Muhammad bin ‘Abdurrahman Al
Mubarakfuri
rahimahullah mengatakan dalam syarahnya,
Tuhfatul
Ahwadzi [2421], “Karena di dalamnya (yaitu doa) terdapat
penampakkan kefakiran, ketidakmampuan, penghinaan (diri), dan pengakuan
terhadap kekuatan dan kemampuan (kudrat) Allah.”
Oleh karena doa itu sesuatu yang mulia di sisi Allah, maka tidak heran jika
Rasulullah juga bersabda:
مَنْ
لَمْ يَسْأَلِ الله يَغْضَبْ عَلَيْه
“
Siapa yang tidak meminta kepada Allah, Dia akan murka kepadanya”
[Riwayat At Tirmidzi dan Al Hakim, dari hadits Abu Hurairah]
Hadits ini senada dengan firman Allah
Ta’ala yang
artinya, “
Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan
Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS
Ghafir: 60]
Rasulullah
shalawaturrabbi wa salamuh ‘alaih juga pernah
bersabda:
لَا
تَعْجِزُوْ فِي الدُّعَاءِ فَإِنّهُ لَنْ يَهْلِكَ مَعَ الدُّعَاءِ أَحَدٌ
“
Jangan kalian lemah (sedikit) dalam berdoa. Karena tidak akan binasa
orang yang selalu berdoa.” [Direkam oleh Ibnu Hibban dalam
Ash
Shahih, Al Hakim dalam
Al Mustadrak, Adh Dhiya’
dalam
Al Mukhtarah. Ketiganya menilainya shahih.
Lihat
Tuhfatudz Dzakirinhal. 31]